Teaching Transformation

        Mendidik dan mengajar di era digitalisasi seperti saat ini bisa dibilang gampang-gampang susah. Anak-anak SMA saat ini, yang biasa kita sebut Genzi, merupakan generasi yang sangat melek teknologi, terbiasa dengan internet dan media sosial sejak usia dini. Mereka terbiasa dengan informasi yang cepat dan mudah diakses, sehingga cenderung menyukai hal-hal yang instan dan serba praktis. Selain itu, mereka pun mencari pengakuan dan validasi atas diri mereka, terutama melalui media sosial.
        Memahami karakteristik Genzi sangat penting bagi berbagai pihak, termasuk orang tua dan pendidik,  agar dapat berinteraksi dan bekerja sama dengan efektif bersama mereka.
        Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan pemahaman para pendidik dan pengajar terhadap generasi ini, SMA Asy-Syuja’iyyah Ciwidey mengadakan Seminar Pendidikan dengan topik “Teaching Transformation, Mengajar dengan mudah dan dicintai”, yang dilaksanakan pada hari Selasa, 15 Juli 2025, bertempat di kampus SMA Asy-Syuja’iyyah Ciwidey. Seminar ini diikuti oleh Ibu Kepala Sekolah beserta staff pengajar SMA Asy-Syuja’iyyah Ciwidey.
        Adapun pembicara pada seminar ini adalah Bapak Iwan Kurniawan Ahmadi, seorang praktisi psikologi terapan, konselor, trainer pengembangan diri, dan fasilitator penyembuhan emosional yang telah mendampingi ribuan individu dan keluarga, sehingga menemukan kembali kesadaran, ketenangan, dan cinta dalam hubungan mereka, terutama dalam relasi orangtua dan anak. Sebagai father & soul-based educator, ia dikenal karena kemampuannya menggabungkan pendekatan ilmiah (psikologi, neuroscience, access consciousness), spiritual (qur’ani dan tasawuf), dan praktikal dalam menangani isu pengasuhan modern, luka batin dan trauma generasi. Ia telah menulis dan mengembangkan berbagai buku transformasional seperti The Divine Shift, Qadar & Quantum, Mendidik dengan cinta, serta memimpin program-program healing dan pelatihan parenting sadar di berbagai kota dan komunitas.
        Seminar dimulai dengan sebuah pertanyaan, apakah niat kami untuk menjadi seorang guru? Dan apa kesulitan terbesar yang kami hadapi ketika menjadi seorang guru? Tentu jawaban kami sangat bervariasi, karena latar belakang dan tujuan kami berbeda. Tetapi Pak Iwan mengingatkan, bahwa niat yang baik akan membawa kebaikan pula kepada anak didik, begitupun sebaliknya, niat yang buruk akan membawa keburukan pula pada anak didik, bahkan seumur hidupnya.
        Menurut Pak Iwan, kesulitan terbesar kita sebagai guru adalah buta dalam memahami anak didik. Kebanyakan dari kita tidak tahu persis karakteristik setiap anak didik, bagaimana IQ nya, kondisi psikologisnya, latar belakang keluarganya, kelebihan dan kekurangannya, sehingga ketika kita dihadapkan pada suatu masalah yang terjadi pada anak didik kita, kita merasakan kesulitan dalam mengatasinya. Makanya menurut Pak Iwan, “Teaching at the right level” yang digaung-gaungkan Kurikulum Merdeka, baru bisa dilakukan dengan benar setelah melalui pemeriksaan psikologis kepada masing-masing anak didik, dan ini membutuhkan biaya yang sangat besar.
        Pak Iwan menjelaskan, bahwa penyebab sebagian besar masalah pada anak didik adalah pada orangtuanya. Beliau memberikan beberapa studi kasus, seperti anak yang pemalu, tidak mudah bergaul, dan menampakkan kecemasan, biasanya penyebabnya adalah karena terlalu sering disalahkan oleh orangtuanya dengan membentaknya (menggunakan nada tinggi). Lalu ada juga anak yang mudah terpengaruh oleh temannya, penyebabnya adalah karena ibunya terlalu cerewet, dan ngomongnya panjang lebar, sehingga anak kesulitan untuk menangkap pesan ibunya. Ada juga kasus anak yang agresif, tomboy, keras kepala dan suka berbohong, biasanya anak tersebut sering mendapatkan kekerasan fisik maupun verbal dari ayahnya, dan sering dimarahi di depan orang lain.
        Oleh karena itu, pendekatan kepada orangtua merupakan salah satu skill (kemampuan) yang harus dimiliki oleh seorang guru, terutama guru BK. Selain itu, kita juga harus memiliki beberapa kemampuan lain, diantaranya kepemimpinan, antusiasme, kemampuan untuk mengelola setiap kepribadian yang berbeda, mempunyai konsep yang jelas tentang mengajar, kemampuan untuk berkomunikasi dengan anak yang berbeda karakter, kemampuan mendengarkan anak, kreativitas untuk membuat anak tertarik dan terlibat.
        Ditambah lagi, kita juga harus mengenali potensi belajar anak didik dengan beragam IQ, mengetahui cara anak mempelajari sesuatu (apakah visual, auditori atau kinestetik), dan juga mengenali minat dan bakat anak didik.
        Begitu besarnya tugas yang harus diemban oleh seorang guru. Apalagi jika guru tersebut masih mempunyai luka/trauma batin yang belum sembuh, maka akan lebih berat lagi beban yang ditanggungnya. Oleh karena itu, sebagai seorang hipnoterapis, Pak Iwan memberikan sebuah terapi kepada kami di akhir pertemuan, agar kami bisa memaafkan dan mencintai diri kami secara sadar dan sepenuh hati, dan juga memaafkan kedua orangtua kami, yang mungkin secara tidak sadar pernah memberikan luka di hati kami sewaktu kecil (luka pengasuhan), yang akibatnya terus membekas hingga dewasa.
Semoga dengan mengikuti seminar ini, kami bisa lebih memaknai dan memperbaiki niat kami kembali sebagai seorang pendidik, sehingga akan memberikan kebaikan pula kepada anak didik kami dan generasi selanjutnya.

2 Replies to “Teaching Transformation”

  1. Luar biasa banget, memberi terang dr kebutaan. Positif vibes, sepertinya kegiatan seperti ini perlu diagendakan lg . Maju terus Smaasy ❤️❤️❤️

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *